Sagu, Kelezatan yang Tersisa di Timur

Sagu, Kelezatan yang Tersisa di Timur

Sagu, Kelezatan yang Tersisa di Timur

Pada jaman dulu, tinggalah seorang pemuda gagah gagah namanya Biwiripits dan istrinya, Teweraut, di bantaran Sungai Pets. Mereka hidup dengan memburu dan cari makanan di rimba. Makanan mereka setiap hari ialah ikan, karaka (kepiting rawa), puncak nipah, dan buah nipah.

Satu malam, Biwiripits mimpi mendapati pohon semacam palma berduri di rimba dan memprosesnya jadi masakan yang sedap. Biwiripits berkemauan mendapati pohon itu.

Satu hari, dalam penelusurannya, sepotong duri menyerang kakinya saat melalui pohon, semak ilalang, dan tanah berlumpur di tengah-tengah rimba. Esok harinya ia kembali dengan bawa taf (duri ikan kakap) dan menanamnya ke lumpur. Di sanalah tumbuh pohon seperti pada mimpinya.

Bersama isteri dan saudara-saudaranya, Biwiripits menebang pohon itu, bersihkan duri-duri dari batangnya, lalu memotong tangkai dan meremas-remas sisi dalam tangkai sama air hingga keluarlah sari patinya.

Semua dilaksanakan sama sesuai panduan dalam mimpi. Petang hari mereka pulang dengan menenteng tas penuh tepung sagu. Malang, Biwiripits tergelincir ke lumpur dan tidak dapat dibantu. Mereka cuman merasakan banyak rumpun pohon sagu.

Itu narasi rakyat mengenai asal mula sagu dari wilayah Asmat, Papua. "Narasi rakyat mengenai sagu lebih terkenal datang dari Papua, Maluku, Sulawesi, dan Sumatera," catat Redite Kurniawan dalam Sagu dan Olahan Uniknya. Walau sebenarnya sagu pernah menjadi makanan dasar warga Nusantara, terhitung di Jawa.

Coba dengar jika orang Jawa menjelaskan nasi ialah sego, sedang orang Sunda menjelaskan bekal. Hal tersebut bisa terjadi pada akar kata yang serupa dengan sagu.


Pohon sagu terpahat pada relief Candi Borobudur di Jawa tengah yang dibuat era kedelapan.

Sedang di Candi Jago, Jawa Timur, yang dibuat era ke-13 ada relief pohon aren di pinggir saluran air. "Di Jawa, sagu semakin banyak didapat dari pohon aren," catat Ahmad Bijak dalam Sagu Papua untuk Dunia.

Di Sumatra, sagu sudah datang semenjak jaman Kerajaan Sriwijaya. Saat itu, sagu jadi sumber pangan penting yang menyokong keperluan sumber pangan kerajaan.

Prasasti Talang Tuo dari era ketujuh menyebutkan mengenai niat Baginda Sri Jayanasa atas pembangunan Taman Sri Ksetra yang ditanam berbagai macam pohon, terhitung sagu sebagai tanaman pangan.

Kehadiran sagu dicatat Marco Polo, penelusuran Italia era ke-13, dalam kunjungannya ke Lamuri dan Penggemarur.

Ia memvisualisasikan secara terinci bagaimana sagu sebagai bahan makanan dibuat menjadi semacam kue yang dimakan warga di tempat. Marco Polo mencicip rasa beberapa macam kue dari sagu itu.

Laporan mengenai sagu ini bagus sekali karena di masa datang bahan makanan ini tak lagi umum dimakan di Sumatra dibanding di beberapa pulau teritori timur," catat Fadly Rahman dalam Tapak jejak Rasa Nusantara.

Dalam catatan riwayat, beras belum jadi bahan makanan khusus untuk mayoritas warga Nusantara minimal sampai paruh pertama era ke-19. Makan nasi jadi makin penting sesudah ada peluasan sawah secara besar.

Padi jadi tanaman yang lebih dicintai karena bisa tumbuh secara baik. Peraturan yang konsentrasi pada budidaya
padi turut mengganti rutinitas warga yang sebelumnya mempunyai macam makanan dasar untuk berpindah ke beras.

Sekarang, sagu ialah makanan dasar untuk warga yang tinggal di daerah Indonesia Timur, khususnya Maluku, Papua, bahkan juga Nusa Tenggara. Itu juga banyaknya makin sedikit.

Sagu datang dari tepung yang didapatkan dari tangkai pohon sagu (Metroxylon sp.) yang memiliki bentuk seperti pohon palma. Biasanya pohon sagu tumbuh di pinggiran sungai atau daerah dengan kandungan air yang lumayan tinggi seperti rawa.

Pohon sagu bisa tumbuh sampai capai 30 mtr. dan dari 1 pohon beberapa petani sagu bisa hasilkan 150-300 kg bahan baku tepung sagu.

Umumnya sagu dibuat jadi papeda, makanan ciri khas Maluku dan Papua. Di Sulawesi Selatan bubur sagu tawar ini namanya kapurung. Makanan ini mempunyai struktur seperti lem serta lebih nikmat dihidangkan dengan masakan ikan berkuah.

Kuahnya kombinasi asam, pedas, dan renyah. Sementara masakan kapurung yang lebih dikenali di wilayah Luwu, Sulawesi Selatan, biasa digabung beragam jenis sayur sampai suwiran ayam dan ikan.

Untuk membikin papeda, warga menambah tepung sagu sama air lalu diaduk-aduk sampai gagali (seperti tali/tidak gampang putus), dan warna keabu-abuan.

Ada yang menjelaskan jika papeda ialah makanan komunikasi. Karena semenjak proses pemrosesan pohon sagu sampai mengolah dan melahapnya selalu dilaksanakan bersama oleh beberapa orang.

Slot Online

Berikut kebersama-samaan dalam frame persaudaraan sebagai watak ciri khas orang Indonesia.

Hidangan lain yang dari sagu ialah sagu lurus, kue kering yang dicicipi sesudah direndam pada teh panas, kopi, dan kuah ikan. Ada juga variasinya, yaitu sagu lurus gula merah.

Disamping Slot Online itu, ada tipe makanan sagu bakar, di mana tepung sagu dipanaskan sampai bersatu dan seperti roti. Makanan ini umumnya dicicipi sebagai camilan sore hari atau makan pagi dengan pendamping teh atau kopi panas. Di Maluku sagu dipakai sebagai material dasar sinole dan tutupola.

Banyak makanan yang bisa dibuat dari olahan sagu yang mengenyangkan dan sehat. Sagu berkadar karbohidrat lumayan tinggi, tetapi rendah gula dan lemak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

6 Kulineran Ciri khas Maldives yang Pas untuk Lidah Pelancong Indonesia

5 Tempat Makan Murah Tetapi Nikmat di Bali

Oke! 5 Bakso di Malang Ini Populer Nikmat dan Legendaris